Globalisasi sebagai Ancaman atau Tantangan
Pergaulan
globalisa sudah tidak dapat lagi dihindari oleh seseorang,kecuali ia sengaja
mengungkung diri dengan menjauhi interaksi dan komunikasi dengan yang
lain.Ketika seseorang masih membaca surat kabar,menonton TV,atau dengan
menggunakan alat lainnya,terlebih lagi dengan menggunakan internet,ia tetap
akan terperangkap dalam proses dan model pergaulan global.Istilah “globalisasi”yang
sangat populer itu,dapat berarti alat dan dapat pula berarti ideologi.Alat,oleh
karena merupakan wujud keberhasilan ilmu teknologi,terutama sekali di bidang
komunikasi.Ketika globalisasi berarti alat,maka globalisasi sangat
netral.Artinya, ia berarti dan sekaligus mengandung hal-hal positif,ketika
dimanfaatkan untuk tujuan yang baik.sebaliknya, ia dapat berakibat negatif,
ketika hanyut ke dalam hal-hal negatif. Dengan demikian,globalisasi,akan
tergantung kepada siapa yang menggunakannya dan untuk kerperluan apa serta
tujuan kemana ia pergunakan. Jadi,sebagai alat dapat bermanfaat dan dapat pula
mudarat. Terobosan teknologi informasi dapat dijadikan alat untuk dakwah; dan
dalam waktu kebersamaan dapat pula menjadi “biang kerok” ancaman dakwah.
Sedangkan ketika globalisasi sebagai ideologi, sudah mempunyai arti tersendiri
dan netralitasnya sangat berkurang. Oleh karena itu, tidak aneh kalau kemudian
tidak sedikit yang menolaknya. Sebab, tidak sedikit akan terjadi benturan
nilai,antara nilai yang dianggap sebagai ideologi globalisasi dan nilai agama, termasuk agama
islam. Ketika bermakna ideologi itulah, globalisasi atau juga pergaulan hidup
global harus ada respon dari agama-agama, termasuk Islam. Baik sebagai alat
maupun sebagai ideologi,perlu saya uraikan dua hal;(a) sebagai ancaman,dan
sekaligus (b) sebagai tantangan.
Pertama, sebagai
ancaman. Dengan alat komunikasi seperti TV, para bola, telepon,VCD, DVD, dan
internet, kita dapat berhubungan dengan dunia luar. Dengan para bola atau
internet, kita dapat menyaksikan hiburan porno dari kamar tidur kita. Kita dapat
terpengaruh oleh segala macam bentuk iklan yang sangat konsumtif. Anak-anak
kita dapat terpengaruh oleh segala macam film karton dan film-film yang tidak
seharusnya dilihat. Kita dapat dengan mudah terpengaruh oleh gaya hidup seperti
yang terjadi di sinetron. Bukankah sinetron kita (terutama sekali yang bertema
keluarga) lebih dari 90% menebar nilai-nilai yang negatif, dengan ukuran keberagaman
dari setiap agama? Kita juga akan mendengarkan propaganda agama lain,yang
memang tidak kita kehendaki. Toh kita juga harus menyadari bahwa di TV juga
tidak sedikit yang menayangkan program-program pengajian, ceramah, diskusi, dan
berita yang mengandung nilai-nilai positif, bahkan juga agamis. Namun biasanya
hal-hal yang seronok,porno, aneh, lucu (meskipun dengan hal-hal yang
porno),bandel,bahkan juga yang keterlaluan, justru lebih berkesan dibandingkan
dengan ha-hal yang datar,serius dan penuh nilai etika atau agama.Adegan kekerasan (violence) akan lebih berkesan di benak anak-anak dibandingkan
dengan petuah agama.
Kedua,tantangan.
Di pihak lain, jika globalisasi itu memberi pengaruh hal-hal, nilai dan
praktek, yang positif ,maka seharusnya menjadi tantangan bagi bangsa Indonesia
untuk mampu menyerapnya, terutama sekali hal-hal yang tidak mengalami benturan
dengan budaya lokal atau nasional, terutama sekali nilai agama. Dengan kata
lain, bagaimana agar nilai-nilai positif yang ada di Barat atau bahkan di
belahan Negara lain,dapat masuk ke bangsa kita dan dapat pula di praktekkan di
tengah-tengah masyarakat kita, seperti budaya disiplin, kebersihan, tanggung
jawab,egalitarianisme, kompetisi, kerja keras, penghargaan terhadap orang lain,
terpanggil untuk membantu orang lain yang memang membutuhkan bantuan,demokrasi,
dan semacamnya. Di sinilah seharusnya agama mampu memberi bimbingan ke arah
yang terang itu. Katakanlah meniru Barat yang positif: bagaimana agama mampu
menyaring, yang baik dapat diikuti dan yang jelek harus dihindari.
Lebih
dari itu, bagaimana kita mampu member pendidikan kepada anak-anak kita dan
bangsa kita agar ketika mereka tahu nilai yang negatif,mereka akan
menghindarinya, bukan meniru. Sebaliknya,ketika mereka mengetahui nilai-nilai
yang positif dan bermanfaat untuk bangsanya,mereka akan meniru dan akan
mengadopsinya,bukan malah menghindarinya. Ini berarti berkaitan dengan banyak
aspek, termasuk pendidikan, kemauan politik, praktek hukum, dan tidak
ketinggalan contoh dari para pimpinan kita. Lalu bagaimana untuk yang kedua ini
? itulah, maka kita perlu membuat landasan untuk kehidupan kita.
No comments:
Post a Comment